Bismillahirohmanirrohim

Just another WordPress.com weblog

Lompat Pagar TUAT

“Lompat Pagar TUAT”
 
Sudah pernah lompat pagar TUAT? Pagarnya Tokyo University of Agriculture and Technology yang tingginya kisaran satu setengah meter sampai dua meter itu?
Kalau jadi Mahasiswa atau Mahasiswi nya TUAT dan belum pernah lompat pagar TUAT,
” Wah, belum resmi jadi Mahasiswa-Mahasiswi TUAT tuh…” seringaiku rada aneh.
 
Sama halnya seperti menginjakkan kaki di Kota Gudeg Yogyakarta Indonesia.
“Sudah pernah menyentuh Tugu Yogya belum?” tanya temanku rada mbalelo alias aneh.
“Kalau tanganmu belum menyentuh Tugu Yogya yang tempat dihitung Nol Kilo meter itu, maka artinya belum afdol ke Yogya nya”.
 
 
Dini hari ini, kulompati lagi pagar TUAT ini. Caranya mudah, siapkan sedikit tenaga dan keberanian, lalu angkat kaki lebih tinggi sehingga berada bersebrangan dengan kaki yang lain, dengan dihalangi sang pagar TUAT di tengah-tengahnya, lalu, “Hop! Alhamdulillah” pasti sudah berada di luar daerah kekuasaan TUAT dan telah berada di Gakuen Dori.
 
Tradisi lompat pagar TUAT ini berdasarkan pengamatan dan pemeriksaan dengan hati-hati terlebih dahulu. Setelah jam 8 malam, maka semua gerbang Kampus TUAT akan di tutup dan kunci oleh Security yang berbaju seragam biru dan bertopi necis itu (walaupun Pak satpamnya sudah tua-tua, tapi karena seragamnya yang necis, jadi kelihatan gagah juga loh).
 
Hanya ada satu pintu gerbang utama yang sebenarnya terkunci juga, tetapi dengan gaya menyampingkan badan, lalu “Sruuutt…” maka badan bisa lolos keluar dari gerbang utama. dan tentu saja tanpa lompat pagar TUAT yang berwarna coklat tua lusuh itu. Sebenarnya sepeda juga bisa diloloskan tengah malam begini, jam 01.01 dini hari lewat gerbang utama itu.
Caranya dengan “Miringkan badan sedikit, angkat ujung sepeda dan naikkan ke atas menyamping, stang sepeda dimiringkan sedikit, lalu angkat  bagian ban belakang melompati portal besi yang menghalangi pintu darurat keluar Mahasiswa-Mahasiswi yang suka ngeronda di lab itu, dan “Hop!…” sepeda dan badan kita sudah berada di luar daerah kekuasan TUAT, dan berada di jalan besar menuju Kokubunji Eki.
 
Tetapi gerbang utama ini buatku cukup jauh. Dan mengangkat sepeda dini hari begini, menambah kurus saja lenganku. Berjalan berputar dengan melewati jalan besar Kokubunji Eki ini memakan waktu dua kali lipat dari pada dengan lompat pagar TUAT.
 
“Dasar orangutan, demennya lompat-lompat, nggak dipikir apa itu kaki lagi sakit?”
“Ah, yang penting mah cepat dan selamat sajalah…biar cepat asal selamat” batinku membenarkan cara edan dini hari ini.
 
Cara lompat pagar ini sudah lama aku lakukan sejak dua tahun lalu saat sering lembur dan apato kami masih di Tenjin Cho Ten Ryu Shou lantai dua.
Tetapi tradisi ini jadi mulai membudaya lagi buat kaki dan badanku yang gendut ini, sejak mulai bergerak lagi mengejar target menulis yang tiada ampun banyaknya.
 
“Itu Sensei, nggak lihat apa? Wajah coklat ala Sunda begini, dipaksa-paksa bisa bahasa Inggris dengan bagus”
“Ngaca lah, ngaca Sensei !, apa perlu kupinjamkan kaca di apatoku, yang gede  dan warisan Mbak Ida Bali, buat Fira chan yang selalu saban hari memandangi  giginya yang terus ompong berjendela itu?”
“Ini muka asli Pujakusuma, Putri Jawa Kelahiran Sumatera, dan bahasa ibunya adalah Bahasa Indonesia” tanggapku mencerdasi diri sendiri atas ketidak cerdasanku dalam menulis Bahasa Inggris level International yang dimaui dan diinginkan Senseiku.
 
“Dewi san, ego ha meca-meca desu yoo” seringai Sensei yang manis, yang tentu saja aku tanggapi dengan senyuman lebih manis semanis madu.
“Haik, benar Sensei, Indonesia ha Jouzu desu” disambutnya dengan geleng-geleng kepalanya menandakan penyakit bercelotehku mulai kambuh.
“Bakka ha kusuri ga nai yoo” sambutnya mengatakan bahwa bodoh itu tiada obatnya.
“Hahaha… haik, kusuri ga nai , Sensei” sambutku melepas cekikikanku menjadi tawa berderai-derai lalu mataku mengabut.
 
“Pagar TUAT ini akan jadi saksi perjuangan lemburku” batinku lagi.
“Akan jadi saksi dari perjuangan seorang emak usia tiga puluh empat tahun yang ngos-ngos san sekolah doktor, demi apa ya?ah demikianlah adanya” batinku lagi malas berpikir karena sudah jam 01.30 dini hari.
 
Satu pesanku buat para Mahasiswa-Mahaiswi TUAT.
“Sahabat belum afdol jadi Mahasiswa – Mahasiswi TUAT kalau belum pernah lompat pagar TUAT”.
 
TOKYO, 13 April 2008
01.34 AM Dini hari.

 

April 15, 2008 Posted by | Hikmah | | Leave a comment